Senin, 26 Januari 2009

Undang-Undang Penataan Ruang [lima]

BAB VII
PENGAWASAN PENATAAN RUANG

Pasal 55
(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat.
(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pasal 56
(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan penataan ruang dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan penataan ruang, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan Bupati/Walikota.
(4) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Menteri mengambil langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan Gubernur.

Pasal 57
Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2), pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 58
(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dilakukan pula pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang dan kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
(2) Dalam rangka peningkatan kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional disusun standar pelayanan penyelenggaraan penataan ruang untuk tingkat nasional.
(3) Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(4) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup standar pelayanan minimal bidang penataan ruang provinsi dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang kabupaten/kota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 59
(1) Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan pedoman bidang penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang diatur dengan peraturan Menteri.

BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 60
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 61
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Pasal 62
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif.

Pasal 63
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pasal 64
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 65
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
(2) Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 66
(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.

BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 67
(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 68
(1) Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang.
(3) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(4) Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(6) Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 69
(1) Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 70
(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 71
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 72
Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 73
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Pasal 74
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 75
(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
(2) Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 76
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 77
(1) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
(2) Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 78
(1) Peraturan pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(2) Peraturan presiden yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(3) Peraturan Menteri yang diamanatkan Undang-Undang ini diselesaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
(4) Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a. Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional disesuaikan paling lambat dalam waktu 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan;
b. semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan; dan
c. semua peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota disusun atau disesuaikan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Pasal 79
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 80
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 April 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 68

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

ttd.

Wisnu Setiawan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar